Tuesday, July 24, 2007

di depan kuliyah al qur'an

GOOD SMOKER

ENKAU TERLALU BERHARGA

engkau terlalu berharga
tuk dicampakkan,
oleh sebab itu
engkau pun terlalu berharga
tuk kudapatkan...

kar'na engkau terlalu berharga,
maka kini hati berserta seluruh jiwaku pun tersayat
oleh pisau-pisau hargamu...
yang selalu saja menagih kesucian perasa'anku...!!!

CERPEN SERU

Ayah dan Ibu sedang berkumpul di ruang tengah bersama dengan Paman Ali dan Bibi Fathimah. Kemarin pagi mereka baru datang dari Jakarta untuk berlibur. Sementara Faris, putera paman dan bibi, sedang asyik bermain bongkar pasang balok di lantai.
“Faris kok bermain sendiri. Mas Hasan di mana?” tanya paman Ali kepada Faris yang sedang asyik bermain. “Di kamar, Yah. Tadi Faris ngajak mas main bareng, tapi mas nggak mau,” jawab Faris.
Ayah Ibu langsung berpandangan, lalu tersenyum. Mereka sudah tahu kenapa Hasan tidak mau bermain dengan Faris. Apalagi kalau bukan karena dia tidak mau merelakan barang-barang mainannya dipakai juga oleh Faris....
Dan memang benar, di dalam kamar Hasan tampak sedang duduk termenung dengan wajah cemberut. Sejak Faris datang bersama kedua orang tuanya, dia jadi senang mengurung seorang diri.
“Hasan lagi ngapain?” Tiba-tiba ayah sudah berdiri di pintu kamar Hasan yang terbuka. “Kenapa tidak keluar, bermain-main dengan Dik Faris?”
“Hasan nggak suka sama Dik Faris. Mainan bongkar pasang balok punya Hasan dipakai sama dia,” jawab Hasan bersungut-sungut.
Kan dipinjam. Nanti juga dikembalikan. Lagian mainan Hasan yang lainnya masih banyak.” bujuk ayah.
Hasan segera berdiri. Dia benar-benar kesal. “Kenapa sih, Dik Faris tidak bawa mainan sendiri. Jadinya kan tidak usah pakai mainan punya Hasan. Nanti rusak!”
Melihat sikap Hasan yang sewot begitu, ayah mendekatinya sambil berkata pelan: “Ya, sudah. Nanti Hasan tanya sendiri ke Dik Faris. Kebetulan dia sedang main di depan TV. Yuk, kita temui dia,” ajak ayah.
“Nggak mau!” jawab Hasan ketus.
“Baiklah kalau sekarang nggak mau,” kata ayah sambil duduk di tempat tidur. “Tapi besok pagi Hasan jangan sewot begini, ya. Apalagi sama Dik Faris. Dia nggak bermaksud merusak mainan Hasan kok.” Hasan tetap manyun. “Bagaimana kalau suatu saat nanti Hasan yang berkunjung ke tempat Dik Faris? Kan juga bakal pinjam mainan Dik Faris,” tanya ayah kemudian.
“Nggak,” jawab Hasan cepat. “Hasan mau bawa mainan sendiri.”
“Tentu merepotkan. Kita harus bawa persediaan baju, obat-obatan, dan oleh-oleh. Bawa mainan itu butuh tempat tersendiri. Terus nanti dibawa pulang lagi. Bisa-bisa malah rusak di jalan. Sayang kan?” jelas ayah. “Hasan mau mainannya rusak?” tanya ayah. Hasan menggeleng. “Begitu juga dengan Dik Faris. Jadi, untuk sementara pinjam kan nggak apa-apa.”
“Tapi kalau Dik Faris bikin rusak mainan Hasan?” tanya Hasan tiba-tiba.
“Kalau Hasan sudah berbuat baik, mau meminjamkan mainan apalagi mau menemani main bersama, masak Dik Faris akan berbuat jahat, merusak mainan punya Hasan. Tentu tidak, kan?"
Hasan terdiam, tangannya asyik bermain dengan ujung selimut. “Hasan anak baik. Pasti mau dong berbagi dengan Dik Faris. Cuma meminjamkan aja kok. Dik Faris nggak bakalan merampasnya. Kalau Dik Faris mau balik ke jakarta, nanti juga dikembalikan.”
Perlahan ayah berdiri, sambil bertanya, "Nah, sekarang, Hasan mau ikut berkumpul di ruang tengah atau mau tetap di kamar?”
“Hasan mau tidur,” jawab Hasan singkat.
Pagi harinya, Hasan melihat Faris sedang asyik dengan mainan bongkar pasang baloknya. Dengan tekun balok-balok itu disusunnya menjadi seperti gedung bertingkat.
Tapi kemudian, gedung balok yang sudah sempurna itu dibongkarnya kembali. Dia termenung menatap balok-balok yang berserakan. Sepertinya, Faris tidak tahu balok-balok itu harus disusun menjadi apa lagi. Dia mulai bosan. Tapi dia sama sekali tidak membanting-banting atau melempar-lemparkan balok-balok itu, sehingga nantinya akan rusak.
“Mas Hasan punya mainan yang lain nggak?” tanya Faris ketika Hasan berjalan mendekat. Hasan tidak langsung menjawab. Kasihan juga Faris, sejak kemarin dia hanya bermain dengan mainan itu. Karena Hasan memang sengaja menyembunyikan seluruh barang-barang mainannya, agar tidak dipinjam sama Faris.
“Tapi, dik Faris cuma pinjam ya. Nanti harus dikembalikan dan nggak boleh rusak,” kata Hasan mengingatkan.
“Iya. Faris janji.”
“Ayo ikut mas ke gudang, Di sana masih ada banyak mainan,” ajak Hasan sambil menarik tangan Faris.
“Kita mau main apa, Mas,” tanya Faris.
“Kita main perang-perangan aja, ya. Pasti seru!” jawab Hasan. Wajahnya sekarang terlihat bahagia, tidak cemberut lagi.
Tak berapa lama, di halaman belakang, Hasan dan Faris tampak sedang asyik main perang-perangan. Hasan memegang pistol-pistolan dengan topi koboinya. Sementara Faris, tangan kanannya menggenggam sebilah pedang-pedangan dengan perisai di tangan kirinya. “Dor…dor…dor..,” teriak Hasan. “Ciat…ciat…ciat!” teriak Faris. Menyenangkan sekali bukan? Coba kalau Hasan tidak mau berbagi meminjamkan mainanannya ke Faris. Tentu dia hanya bisa cemberut dan tidak sebahagia sekarang.